blog

blog

Sabtu, 30 Oktober 2010

Segantang air dan segenggam debu buat Marzuki Alie

marzuki-alieDemi gelombang pasang yang meluluh lantakkan pantai Mentawai permai, demi abu membara yang meluncur dari puncak Merapi, sungguh mati semua celoteh Tuan Besar yang sarat dengan penghinaan terhadap nilai-nilai kemanusiaan telah mengharubirukan khalayak sedemikian parah, sehingga batang pisang bila diletakkan didada mereka, dalam sekejap bakal membara. Ada amarah yang terpendam bak api dalam sekam. Ada kebencian yang bertubi tubi menikam. Kami, dalam kebersamaan sebagai anak bangsa merasa teramat resah lantaran tengah terhimpit suasana duka mencekam, kenapa Tuan justru mengumbar hujah mubah yang menyayat luka jiwa? Kendati sulit buat dipahami, katakanlah Tuan terjebak congkak dan lalai akibat bermegah-megah di gerbang matahari, lantas kemana sirnanya embun pagi nurani?

Demi jerit tangis anak yatim piatu yang tidak jelas masa depannya. demi isak pilu orang tua yang terenggut buah hatinya, demi muda mudi yang kehilangan belahan jiwanya, demi siput pertapa yang kehilangan cangkangnya, bahkan demi semua arwah yang telah lebur dengan laut, pasir pesisir dan mega-mega, tidakkah, walau cuma sekeping, tidak adakah duka derita sanak kadang kita yang tersangkut disudut kalbu Tuan? Jika memang sebegitu rupa adanya, maka komitmen Tuan sebagai wali anak negeri patut dipertanyakan. Kedudukan Tuan sebagai Ketua perlu dievaluasi.

Demi segenap warga negara yang tengah berjuang hidup mati dan medan sulit yang dilaluinya, karena tidak ada waktu senggang untuk berbasa-basi, tanpa harus meminta Tuan menjilat ludah sendiri, tanpa harus menunggu rombongan Tuan-Tuan Terhormat bertolak pinggang dihadapan kami, masih ada jalan keselamatan yang bisa ditempuh. Rasa setia kawan kami tetap utuh. Keyakinan kami telah lama diuji dan hingga detik ini masih kukuh. Kami tengah menyusun konfigurasi dalam gelombang aksi. Kami sudah muak dengan janji-janji. Kami tidak doyan segmentasi pemikiran dan tetek bengek teori. Kami adalah aksi itu sendiri. Bahkan kami adalah tsunami. Tidak usah bertanya kemana Tuan hendak mengungsi, sebab seperti apa yang Tuan katakan: hidup itu penuh resiko. Tak usah heran bila tinggal di Senayan sewaktu-waktu bisa lengser didemo!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar