blog

blog

Minggu, 13 Februari 2011

BLUE BUBBLE BRIEF.

Jika amarah dan kebencian dilampiaskan dengan pisau belati dan api, sekalipun dilakukan oleh orang yang mengaku dirinya penjunjung peradaban dan penegak kebenaran, tetap saja kesannya tidak lebih dari kebiadaban.

Apakah seragam putih mewakili pelayanan kasih bagi sesama bila sebilah parang menebas leher saudaranya sendiri yang semestinya harus dilindungi?

Seeorang hendaknya tidak menyia-nyiakan hidup semata-mata untuk makan dan minum, tidur dan bermimpi, bergaul dan berkembang biak. Kemuliaannya diukur dengan kadar kemampuannya untuk mengaplikasikan pesan Tuhan dalam setiap perilakunya.

Untuk pribadi yang tulus dan ikhlas selalu tersedia ruang dan waktu yang terbaik.

Seperti wujud asli dan bayangannya, kebahagiaan dan penderitaan bila berjalan akan beriring, bila duduk akan bersanding.  

Jika panca indra kita terproyeksikan seluruhnya hanya pada obyektivitas dunia, kapan ada waktu untuk memanifestasikan eksistensi jiwa?

Ketika kita merujuk pada kongklusi bahwa hidup bisa diterima sebagaimana adanya, jiwapun merasa tentram selayaknya boneka garam yang berendam diair laut.     

Kita memiliki kecenderungan mirip lalat dalam hal memperhatikan. Gemar berpindah- pindah obyek dalam waktu yang singkat. Bermula dari hinggap dikulit durian, lalu pindah ke gerobak sampah, berkerumun di bangkai tikus, menimbrung ke ruang pesta. Kenapa tidak mencoba belajar konsisten seperti lebah yang berkonsentrasi hanya kepada pencarian madu dan nektar?

Siapapun yang bertengger dipuncak, bila ingin naik lebih tinggi lagi, resikonya adalah tergelincir ke dasar jurang.

Sabtu, 12 Februari 2011

THE BLUE BUBBLE BEAUTY

Di pagi hari kecantikanmu dinyanyikan burung-burung, di senja berikutnya berselendang kabut sutra dewangga. Biarlah sekeping cemburu berkabung, dan sekerat cinta duduk termangu menanggung rindu.    

Di teluk sunyi kecantikanmu sorak sorai ombak berderai, menepis kapal asing berbendera kuning yang hendak berlabuh di dermaga. Sungguh kesetiaanmu pilih tanding sebagaimana pekik camar yang melengking begitu nyaring.

Di negeri Matahari kecantikanmu terpancar lewat kemilau embun pagi. Bahkan dikerajaan Rembulan kemolekanmu berpendar di gemerlap intan berlian. Oleh karenanya pendamba kasihmupun kian terlunta-lunta layaknya unta tersesat di padang bianglala.

Di kegelapan malam kecantikanmu semerbak di kelopak bunga Arum Dalu. Dirawa-rawa kau adalah bunga Teratai yang bijaksana. Di lereng-lereng gunung kau menjelma Edelweiss yang setia, sehingga angin laut telah mengabarkan keanggunanmu pada api unggun para petualang cinta.

Di bawah lengkung pelangi kecantikanmu tertoreh dihamparan lembah hijau, maka damailah kalbu nan risau. Lantaran liku-liku sungai kasihmu bermuara dilaut biru, anak gembalapun asyik meniup seruling bambu.

Di lorong-lorong kumuh kecantikanmu menjelma makanan bagi yang kelaparan dan melayani minum bagi yang kehausan, menyantuni dengan sepenuh hati dambaan kasih anak-anak yatim piatu, menemani mimpi mereka di perjalanan malam.

Kecantikanmu terukir pada tebing terjal batu cadas, meninggalkan jejak kasihmu yang selembut kapas. Dalam selimut kabut diantara tarian lumut mengiringi gemercik air perigi, senandung rindumu begitu menyayat hati. Selagi angin gunung berhembus semilir, gaun merah jambumu tersangkut dipucuk-pucuk pinus, sampai-sampai purnama sidhi tersipu-sipu dibalik bukit, menjadi saksi bagi gairah remaja yang terburu-buru bangkit.

Kecantikanmu menyentuh jiwa yang putus asa, membasuh noda di lipatan kalbu, menjanjikan harapan bagi yang terpinggirkan, menggugah semangat bebas bagi yang tertindas. Para pujangga mengabadikan kearifanmu dalam bait-bait balada cinta, sementara mereka menutup pintu hati bagi seribu bidadari, kendati kau mengabaikan puja-puji dan cumbu-rayunya.

THE BLUE BUBBLE ART EXERCISE.