blog

blog

Jumat, 12 November 2010

DUKA KEPITING PERTAPA

senja ini, bumi, aku dan kau menangis bersama turunnya rinai gerimis
demi satu alasan paling tak masuk akal: kita telah kehilangan segalanya, selain nadi yang berdenyut dan napas kembang kempis
tuntutanmu untuk pindah rumah yang lebih sejuk dan nyaman
terpakksa kuabaikan karena petani juga sudah kehabisan lahan
hutan belantara sudah dibabat habis
tak ada lagi kolam penampung gerimis
sepertinya kau bakal sekarat diujung sandal bututku
sebab bebek tetangga sudah lama terbujur kaku
lantas di semak belukar mana hendak kau tetaskan telurmu?
selaksa perdu hilang muspra menjelma abu.
hijaunya zamrud khatulistiwa sirna direnggut mata hijau anak kota
yang tamak, congkak dan bebal sampai ke dubur-duburnya
di pulau nestapa ini, yang sebentar lagi tenggelam
di kebun ini, yang segera menjadi gurun tanpa embun
aku melangkah terbata-bata dan kau melata terlunta-lunta
menjalin persahabatan di lorong derita tanpa kenal curiga
dengan bungkam seribu bahasa…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar