Seorang gadis buta huruf, tinggal dirumah bibinya karena orang tuanya terlalu berat menanggung beban untuk menghidupi anaknya yang berjumlah lima orang tidak termasuk gadis tersebut. Dirumah bibinya dia ditugasi mencuci pakaian, memasak dan membersihkan rumah berikut halamannya. Terkadang dia juga membuat makanan untuk kuda andong, menanam padi disawah, dan pergi kepasar menjual hasil bumi seperti pisang, kelapa dan palawija. Semua itu dilakukannya dengan tekun dan ikhlas, sementara itu dia tumbuh sebagai gadis remaja yang kokoh, gesit dan berpengalaman mengurus tugas-tugas rumah tangga.
Seorang pemuda, yatim semenjak dalam kandungan, yatim piatu pada umur enam tahun, drop out dikelas dua sekolah dasar, penggembala kambing yang handal sampai dengan umur sebelas tahun, kemudian berpindah-pindah tempat tinggal dari saudara yang satu kesaudara yang lainnya untuk menyambung hidup. Dia tumbuh sebagai pemuda yang terdidik oleh lingkungan yang keras dan kering, jauh dari asuhan kasih sayang ayah bundanya. Anak padang rumput sejati yang lebih kenal perangai kambing ketimbang suka cita kehidupan berkeluarga. Itulah sebabnya dalam mengurus aset raja kaya (kekayaan dalam bentuk hewan ternak berkaki empat) pemuda itu menjadi kepercayaan induk semangnya, yang tidak lain adalah bibi si gadis tadi.
Bibi si gadis, pada masanya adalah seorang wanita berjiwa wira usaha yang ulet. Penghasilannya berasal dari berbagai sumber seperti jasa transportasi berupa andong, jasa menggarap sawah berupa kerbau bajak, hasil perkebunan seperti kelapa, pisang, jambu, umbi-umbian, kacang-kacangan dan padi hasil panen dari sawah itu sendiri. Dari akumulasi penghasilan tersebut, dia memiliki cukup dana untuk melipat gandakan asetnya. Usahanya bergulir dengan sehat dan berkembang pesat. Iklim yang koduksif ini tidak boleh tidak berpengaruh positif terhadap mindset si gadis dan si bujang yang sehari-harinya ikut aktif dalam proses pengelolaan. Kebuntuan pikir sebagai ekses dari kemiskinan mulai tersibak. Terinspirasi oleh sukses majikannya, dalam benak mereka tumbuh benih hasrat untuk merubah nasib malang berkepanjangan yang seakan-akan memusuhi mereka.
Asam digunung garam dilaut bertemu dalam belanga, begitulah kiasan bagi si bujang yang berasal dari lereng pegunungan Kendeng dan si gadis dari pesisir Laut Selatan yang kemudian berjodoh dinikahkan oleh sang majikan untuk membangun rumah tangga baru dengan kado sebidang tanah pekarangan berikut sebuah rumah sederhana beratap rumbia berdinding anyaman bilik bambu dan sepetak sawah garapan. Sebuah modal yang dianggap cukup untuk memulai kehidupan berkeluarga pada waktu itu.
Tahun-tahun pertama pengantin baru si bujang dan si gadis dilalui dengan masih tetap mengabdi pada sang bibi. Setelah datang keponakan-keponakan lainnya dari keluarga yang miskin, sang bibipun membebas tugaskan si gadis dan si bujang dari pekerjaan sehari-hari di lingkungan rumahnya. Mulailah babak baru bagi sepasang muda-mudi itu untuk menghadapi gelombang kehidupan dengan perahu kecil yang mereka dayung sendiri.
Sepuluh tahun pertama dari perjalanan rumah tangga mereka dilalui dengan tingkat pertumbuhan yang lambat, bahkan terkesan jalan ditempat. Tiga anak lahir, dua meninggal dunia pada usia balita. Prestasi hebat yang bisa dicapai hanyalah mengganti atap rumbia dengan atap genteng bekas, membeli sebuah sepeda bekas, dan membeli sebidang pekarangan dari hasil penjualan tanah warisan orang tua si gadis ditambah uang tabungan mereka. Tidak ada tanda-tanda yang jelas bahwa keluarga ini akan mencapai sukses dimasa depan. Biaya hidup masih didominasi oleh hasil pertanian yang pas-pasan. Usaha berdagang mainan anak-anak kembali modalpun tidak.
Diawal dekade kedua, berturut- turut lahir tiga anak laki-laki. Yang pertama meninggal dunia, yang kedua dan ketiga tumbuh cukup kuat setelah melampaui masa krisis menghadapi berbagai macam penyalit. Panen hasil bumi meningkat, kehidupan berkeluarga tidak tampak begitu muram. Anak-anak dapat melintasi masa balitanya dengan wajar. Rencana memindah rumah kepekarangan sendiri dapat dilaksanakan meskipun secara bertahap. Haluan usaha dirubah arah dengan berjualan makanan yaitu tempe kedelai. Semua anggota keluarga dilibatkan secara intesif dalam proses produksi sampai kepemasaran. Kesibukan usaha ini membuat setiap anggotanya untuk fokus terhadap sektor pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya. Dari hari kehari, kemakmuran keluarga ini terus meningkat. Lantai tanah sudah di pelur semen. Radio transistor memenuhi ruang dengan lagu-lagu kesayangan dan program menarik lainnya. Kursi bambu disingkirkan kesamping rumah diganti mebel kayu angsana keling yang tampak keren dan mewah. Tempat tidur pelupuh bambu bersarap tikar pandan diganti ranjang besi berkasur kapuk empuk. Jendela kawat ram diganti kaca. Halaman depan ditanami bunga. Lumbung padi penuh. Kolam ikan diperluas. Ayam, bebek, merpati, kambing, sapi, menjadi anggota komunitas keluarga yng menambah gairah suasana usaha. Sumur dipasangi dinding bata merah. Biaya sekolah tidak lagi jadi masalah. Standar kelayakan hidup yang meliputi sandang, pangan dan papan sudah berhasil dijangkau. Semua ini bisa dicapai karena semangat kerja keras dan kekompakan team work sebuah keluarga yang komit dengan perjuangannya. Tidak menjadi soal dari mana asal usul dan seperti apa latar belakangnya, sebab gelombang kebangkitan bisa bermula dari bawah titik nol.
Dekade ke tiga ditengarai oleh usaha yang tidak kenal lelah untuk pemantapan sektor-sektor usaha yang dapat mengasilkan profit bagus, seperti produksi tempe, pembesaran ternak sapi, kerja sama ternak kambing dan bebek petelur.
Dekade ke empat, kedua anak laki-lakinya telah berhasil lulus dari sekolah menengah teknik dan pertanian. Mengikuti pendulunya, anak-anak itu terjun ke dunia usaha dengan wawasan yang lebih luas dan modern. Ketiga anaknya mendirikan perusahaan berbadan hukum berbentuk CV yang bergerak dibidang jasa kontraktor dan suplier.
Dekade ke lima, sembilan puluh persen kegiatan ekonomi dikendalikan oleh anak-anaknya. Si gadis dan sibujang sekarang telah menjadi nenek dan kakek yang menikmati hari tuannya sebagai MC, bukan Master of Ceremony, tetapi Momong Cucu yang lusinan jumlahnya, semuanya dalam kondisi berkecukupan, sehat sentosa.
Sulit untuk dipercaya, bahwa dari sepasang penghuni gubuk beratap rumbia, melalui proses evolusi telah menurunkan generasi penerus berstatus CEO, Direktur, owner restoran, owner yayasan pendidikan dan lahan pertanian. Keajaiban ini hanya bisa dicapai melalui organisasi yang bernama FAMILI. Jika keluarga anda adalah keluarga yang sakinah, terbuka seribu jalan untuk meraih berkah. Ora et Labora. Berdoa dan bekerjalah....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar