Stigma "timur adalah timur, barat adalah barat, keduanya tidak akan pernah bertemu" terbantah habis oleh kisah kasih yang terjalin antara mbak Sumiyem yang berasal dari Gunung Kidul, Daerah Istimewa Jogyakarta, Indonesia, dengan Tyge Hansen dari Kopenhagen, Denmark. Sumiyem adalah nama Jawa yang berkesan klasik bahkan antik. Belakangan hampir-hampir tidak ada lagi yang menggunakannya, karena sudah dianggap kuno alias jadul, expired, kadaluwarsa. Sedang nama Hansen dan nama-nama berbau Eropa lainnya justru lagi booming. Orang Jawa sudah kehilangan Jawanya, Jono jadi Johny, Mariyem jadi Marissa, Hendro jadi Hendrix, Suparman jadi Supermen, Mas Kampret jadi Batman. Tapi mbak Sumiyem sahabat Facebookku ini adalah sosok yang orisinil Jawa dengan segala macam kedasyatannya.
Dia adalah pribadi Jawa yang rendah hati tetapi sama sekali tidak rendah diri. Kebersahajaannya justru menopang keanggunan penampilannya. Eksistensinya secara alamiah sanggup berdiri sama tinggi dan duduk sama rendah dengan ras bangsa manapun didunia, bahkan dari sisi budaya dia tampak lebih unggul. Dalam tata gaul internasional bersama Hansen sang suami, dia sangat menikmati pengakuan dan penghormatan yang diperoleh dari kolega maupun teman-temannya. Dalam kehidupan rumah tangga dimana azas saling menghargai tampak signifikan, boleh dibilang keluarga yang terdiri dari campuran antara Timur dan Barat ini memiliki keunggulan komparatif maupun kompetitif yang mengesankan. Perpaduan dua kutub yang berseberangan, tidak menjadi faktor penghalang sedikitpun untuk upaya menjalin hubungan harmonis antar individu maupun antar bangsa sekalipun. Sumiyem, anak perempuan Jawa dari Gunung Kidul yang sangat percaya diri, tanpa harus menanggalkan ciri-ciri khas kejawennya, bersama Hansen dari Kopenhagen yang berwawasan global telah membuktikan bahwa jalinan cinta itu universal, tidak pandang bibit, bobot dan bebet yang berkonotasi feodal. Selamat dan salam sejahtera untuk Mrs.Sumiyem dan Kang Mas Hansen.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar