blog

blog

Sabtu, 06 November 2010

KUPU KUPU.



Telah kulukis sayap emasmu atas kedua belah sisi pedangku. Dibawah kemilau cahaya mentari pagi, bermandikan keringat sang jawara, tubuhmu seakan bergetar dasyat mengimbangi gerak-gerik jurus pamungkas yang tengah kuasah untuk menghadapi perlawanan para pendekar golongan hitam, yang tidak lain adalah bayang-bayangku sendiri. Pendar-pendar bianglala yang semburat dari percikan embun bagaikan kibasan kabut sutera ungu membersit pada setiap gemulai tarian centilmu. Yah, kau adalah kupu-kupuku yang lucu.

Kini pedang sudah masuk kesarungnya. Pertarungan sudah usai, tapi kemenangan belum juga disahkan, dan oleh karenanya, aku ingin agar kau bisa terbang bebas mengikuti hasrat nuranimu, hinggap dari satu kembang ke kembang berikutnya, sementara itu biarkan aku  sendiri duduk termangu sembari menyimak bergulirnya jarum waktu. Kepakkan sayap-sayap mungilmu, taklukkan hamparan lembah, lereng perbukitan, anak gembala dan semua ternak yang digiringnya.

Seumpama kau berkenan menjadi dutaku, dalam terbang melintasi gulita malam demi menyongsong seberkas
fajar harapan, tolong sampaikan salam sejahtera kepada sang penjaga dan anak-anak yang terlena dalam mimpinya, juga kepada pencuri dan hasil jarahannya, atau kelelawar dan buah jambu yang dikepahnya, serta bunga bakung dengan embun dipelepah daunnya. Dan semestinya jangan lupa pula ucapkan bisik kasihku pada sesosok bayangan yang telah menganggap diriku sebagai masa lalu, padahal diriku masih memendam dendam rindu. Katakan padanya dengan hasrat menggebu-gebu wahai kupu-kupuku yang lucu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar