blog

blog

Rabu, 03 November 2010

SAHABAT KECIL DARI GURUN KALAHARI.


Ketika aku mencoba mencegat tatapan hampa kalian dengan sesungging senyuman ternyata tidak memperoleh respon,  keyakinanku mulai goyah, dan muncullah pertanyaan, masihkah ada nyawa yang bersemayam didalam tubuhmu yang tinggal tulang belulang? Sekalipun aku tahu masih ada napas yang di hela dan nadi yang berdenyut lemah, apakah hal itu masih sah digunakan sebagai bukti adanya kehidupan? Sebab organ-organ tubuh penunjang sendi-sendi hidup lainnya seperti sudah tidak sanggup menjalankan fungsinya, bahkan secara minimal sekalipun. Semua merana dalam ketidak berdayaan yang fatal,  semua beku membisu dalam penderitaan yang total.  Sungguh tidak boleh dikatakan masih beruntung, apabila dalam  cengkeraman maut yang begitu bengis, darahku tersirap lantaran menyaksikan gemerlap  seberkas sinar mentari yang terpantul dari bola-bola mata kalian yang tersembunyi dalam cekungan tulang tengkorak kalian yang menonjol.

Ya, cahaya itu, antara ungu dan lamat-lamat biru sedikit mendekati merah jambu.  Tenanglah sahabat kecilku, jangan tergesa-gesa kau katupkan pelupuk matamu. Beri aku waktu untuk menangkapnya barang sepercik saja, agar dapat kubiaskan dengan prisma kristalku, lalu kukirim ke segenap pelosok negeri bianglala dan biarkan dunia menjadi memar terkena radiasi sinar Xnya. Kemari sayang, berdirilah disampingku, atau duduklah  bersamaku. Mari bersihadap dan saling menatap: Bukankah, walaupun warna kulit kita berbeda, rambut dan corak panca indra kita berlainan, bahkan jalan hidup serta takdir kita bertolak belakang, tetapi, akan tetapi betapa cahaya jiwa kita itu kembar se kembar-kembarnya? Kembar identik yang mustahil dapat dibedakan ataupun dipisahkan!   

Saudara mungilku, jiwamu adalah jiwaku, mari lebur jadi satu dalam lautan kasih paling biru. Sebab dihadapanmu, seluruh kemenangan yang telah kucapai dalam penaklukan dunia tidaklah sebanding dengan ketegaranmu dalam menghadapi keganasan waktu. Dalam pertarungan tidak kenal belas kasihan ini, kalian adalah juaranya, sedangkan aku sendiri hanya sekedar penggembira. Mahkota kejuaraan ini lebih pantas menghiasi kepala kalian, dan aku akan mengabadikannya disepanjang lengkung pelangi mimpi-mimpimu.
 
Cahaya jiwa kita berasal dari sumber yang sama. Hanya karena sifat fitrinya yang memancar kesegenap penjuru, maka masing-masing diri kita berkelana keladang-ladang pengembaraan yang berbeda-beda.  Seiring dengan berlalunya waktu, maka ada saat untuk berpisah dan bertemu, jalin menjalin membentuk jaringan karma pala sepanjang masa, dan cahaya jiwa kalian sobat kecilku, seredup apapun tak akan sirna ditelan gerhana.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar