Ya, cahaya itu, antara ungu dan lamat-lamat biru sedikit mendekati merah jambu. Tenanglah sahabat kecilku, jangan tergesa-gesa kau katupkan pelupuk matamu. Beri aku waktu untuk menangkapnya barang sepercik saja, agar dapat kubiaskan dengan prisma kristalku, lalu kukirim ke segenap pelosok negeri bianglala dan biarkan dunia menjadi memar terkena radiasi sinar Xnya. Kemari sayang, berdirilah disampingku, atau duduklah bersamaku. Mari bersihadap dan saling menatap: Bukankah, walaupun warna kulit kita berbeda, rambut dan corak panca indra kita berlainan, bahkan jalan hidup serta takdir kita bertolak belakang, tetapi, akan tetapi betapa cahaya jiwa kita itu kembar se kembar-kembarnya? Kembar identik yang mustahil dapat dibedakan ataupun dipisahkan!
Saudara mungilku, jiwamu adalah jiwaku, mari lebur jadi satu dalam lautan kasih paling biru. Sebab dihadapanmu, seluruh kemenangan yang telah kucapai dalam penaklukan dunia tidaklah sebanding dengan ketegaranmu dalam menghadapi keganasan waktu. Dalam pertarungan tidak kenal belas kasihan ini, kalian adalah juaranya, sedangkan aku sendiri hanya sekedar penggembira. Mahkota kejuaraan ini lebih pantas menghiasi kepala kalian, dan aku akan mengabadikannya disepanjang lengkung pelangi mimpi-mimpimu.
Cahaya jiwa kita berasal dari sumber yang sama. Hanya karena sifat fitrinya yang memancar kesegenap penjuru, maka masing-masing diri kita berkelana keladang-ladang pengembaraan yang berbeda-beda. Seiring dengan berlalunya waktu, maka ada saat untuk berpisah dan bertemu, jalin menjalin membentuk jaringan karma pala sepanjang masa, dan cahaya jiwa kalian sobat kecilku, seredup apapun tak akan sirna ditelan gerhana.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar