blog

blog

Senin, 01 November 2010

Elegi Sekuntum Edelweiss.

diasuh kabut malam dan sinar rembulan dalam rahim keheningan lembah surya kencana
kegilaanmu semakin menjadi-jadi, bagai sekuntum edelweiss yang memendam rindu pada sang kelana
hari demi hari menunggu kedatangan satria pendaki bertelanjang dada
hanya untuk menyimak sepatah kata dari bibir gemetarnya: cinta

jika mentari esok pagi tidak terbit
masihkah dirimu rela menahan sakit?
duduk termangu-mangu dilereng bukit
dan rongga dada terasa semakin sempit?

jika penantianmu adalah kesetiaan yang tersia-sia
apa guna bercumbu dengan sepi di puncak giri laya
tidakkah lebih beruntung menjelma sekuntum mawar
dalam genggaman pengantin di tengah pesta hingar bingar

bukankah menjadi rangkaian melati lebih berarti lagi pula teramat wangi?
kenyang puja-puji, bermanja-manja belaian lembut para bidadari
daripada dirimu tersiksa mendamba perjaka terlunta lunta
yang ingin menggapai puncak sejenak lalu buru-buru turun ke desa.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar