(atau ungu, biru, dan hijau menurut beberapa legenda). Memiliki 500 sampai 1000 tahun siklus hidup, dekat akhir hidupnya dia membangun sendiri sarang dari ranting yang kemudian menyatu, baik sarang burung dan dirinya terbakar hebat dan menjadi abu, dan dari onggokan debu itu phoenix baru atau telur phoenix timbul , dilahirkan kembali lagi untuk menjalani hidup baru. Phoenix baru ini ditakdirkan untuk hidup persis sebagaimana yang telah dijalani oleh phoenix yang lama. Dalam beberapa cerita, phoenix baru adalah balsem dari phoenix lama yang berada dalam telur yang terbuat dari mur dan tersimpan di kota Mesir dari Heliopolis (harfiah "kota matahari" dalam bahasa Yunani). Dikatakan bahwa tangis burung itu adalah berasal dari sebuah lagu yang indah. Kemampuan Phoenix untuk dilahirkan kembali dari abunya sendiri menyiratkan bahwa itu adalah semangat dan hasrat hidup abadi, meskipun dalam beberapa cerita Phoenix baru hanyalah keturunan yang lebih tua. Dalam cerita sangat sedikit mereka mampu berubah menjadi orang.
Penyair Romawi Ovid menulis hal berikut mengenai phoenix:
Kebanyakan makhluk merupakan tunas musim semi dari jasad lain, tetapi ada jenis tertentu yang mereproduksi dirinya sendiri. Orang Asyur menyebutnya Phoenix. Dia tidak tinggal pada buah atau bunga, tetapi pada gusi kemenyan dan wangi-wangian. Ketika telah hidup selama lima ratus tahun, dia membangun sendiri sarangnya di cabang-cabang pohon eak, atau di atas pohon palem. Selama ini dia mengumpulkan mur kayu manis, kemenyan dan bahan-bahan lain untuk membangun sarang bagi dirinya sendiri, kemudian dia bersemamayam di tumpukan itu sendiri, sampai sekarat,dari bau nafas terakhir di tengah-tengah dari tubuh burung induk, seekor Phoenix muda lahir dan ditakdirkan untuk hidup selama hidup sebagaimana telah ditempuh oleh pendahulunya. Saat dia telah tumbuh dan memperoleh kekuatan yang cukup, ia mengangkat sarangnya dari pohon (tempatnya sendiri dan kubur induknya), dan membawanya ke kota Heliopolis di Mesir, dan menyimpannya dalam kuil Matahari.
Voltaire penulis Perancis (disusupin sedikit tulisanku) menggambarkan tentang phoenix:
Itu adalah ukuran seekor elang, tetapi memiliki mata yang bersinar ramah dan lembut, tidak seperti pada elang yang galak dan mengancam. Paruh nya adalah warna bunga mawar, dan sepertinya mirip, dalam beberapa ukuran, mulut indah Brigitta Bardot. Leher mirip semua warna pelangi, tetapi lebih cemerlang dan hidup. Seribu nuansa emas berkilau di bulu nya. Sisik pada kakinya memantulkan pernak-pernik untaian batu mulia,
Penyair Romawi Ovid menulis hal berikut mengenai phoenix:
Kebanyakan makhluk merupakan tunas musim semi dari jasad lain, tetapi ada jenis tertentu yang mereproduksi dirinya sendiri. Orang Asyur menyebutnya Phoenix. Dia tidak tinggal pada buah atau bunga, tetapi pada gusi kemenyan dan wangi-wangian. Ketika telah hidup selama lima ratus tahun, dia membangun sendiri sarangnya di cabang-cabang pohon eak, atau di atas pohon palem. Selama ini dia mengumpulkan mur kayu manis, kemenyan dan bahan-bahan lain untuk membangun sarang bagi dirinya sendiri, kemudian dia bersemamayam di tumpukan itu sendiri, sampai sekarat,dari bau nafas terakhir di tengah-tengah dari tubuh burung induk, seekor Phoenix muda lahir dan ditakdirkan untuk hidup selama hidup sebagaimana telah ditempuh oleh pendahulunya. Saat dia telah tumbuh dan memperoleh kekuatan yang cukup, ia mengangkat sarangnya dari pohon (tempatnya sendiri dan kubur induknya), dan membawanya ke kota Heliopolis di Mesir, dan menyimpannya dalam kuil Matahari.
Voltaire penulis Perancis (disusupin sedikit tulisanku) menggambarkan tentang phoenix:
Itu adalah ukuran seekor elang, tetapi memiliki mata yang bersinar ramah dan lembut, tidak seperti pada elang yang galak dan mengancam. Paruh nya adalah warna bunga mawar, dan sepertinya mirip, dalam beberapa ukuran, mulut indah Brigitta Bardot. Leher mirip semua warna pelangi, tetapi lebih cemerlang dan hidup. Seribu nuansa emas berkilau di bulu nya. Sisik pada kakinya memantulkan pernak-pernik untaian batu mulia,
tampak campuran ungu dan perak, ekor dari burung indah dan abadi ini kemudian dipasang pada mobil Gayus yang paling mewah, yang sebenarnya tidak sepadan dengan keindahan dan keanggunan seekor burung Phoenix, karena mobil itu dibeli dengan uang dari hasil kejahatan paling fenomenal di negeri ini, yaitu korupsi. Ternyata koruptor ingin hidup langgeng juga. Sayang dalam catatan hikayat burung Phonix tidak pernah mewariskan ilmunya kepada orang berhati jahat Maka betapapun licinnya seekor belut, dia akan tewas oleh debu burung phoenix. Barangkali, stiker Burung Phoenix lebih pas bila ditempelkan di kantor KPK,
ketimbang dilekatkan dikaca belakang mobil dinas para Menteri dan Markus kecuali Markus Horison dan Markus Kido. Anggodo? No way!
ketimbang dilekatkan dikaca belakang mobil dinas para Menteri dan Markus kecuali Markus Horison dan Markus Kido. Anggodo? No way!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar